Maraknya kasus keracunan makanan akhir-akhir ini menuntut kita untuk lebih waspada dalam memilih makanan. Kita perlu tahu bahwa segala macam bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk perkembangbiakan mikroorganisme. Akibat ulah mikroorganisme, bahan makanan membusuk dan mengalami kerusakan sehingga mempengaruhi kandungan nutrisi makanan tersebut.
Keracunan karena mikroorganisme dapat berupa keracunan makanan (food intoxication) dan infeksi (food infection) karena makanan yang terkontaminasi oleh parasit atau bakteri patogen. Keracunan makanan (food intoxication) dapat terjadi karena makanan tercemar toksin. Toksin bisa berupa eksotoksin yaitu toksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme yang masih hidup; enterotoksin yaitu toksin yang spesifik bagi lapisan lendir usus seperti tahan terhadap enzim tripsin dan stabil terhadap panas; aflatoksin/toksoflavin seperti pada kasus keracunan tempe bongkrek.
Keracunan makanan oleh eksotoksin dapat terjadi karena makanan nonasam dalam kaleng (sayuran, buah-buahan, daging) yang diproses kurang sempurna sehingga bakteri Clostridium botulinum atau sporanya masih dapat tumbuh. Gejala klinis keracunan makanan oleh eksotoksin antara lain muntah, penglihatan ganda, kelumpuhan otot, terkadang diare, sakit perut, nyeri otot, pupil membesar, sukar menelan, dan lemah. Gejala ini timbul dalam waktu 8 jam sampai 8 hari.
Berikut langkah yang dapat dilakukan untuk menanganinya:
- Usahakan muntah dengan diberi karbon aktif atau natrium bikarbonat. Jika tidak terjadi diare, lakukan pengurasan lambung dengan memberikan air hangat 1-2 L atau larutan garam 5-10 ml/kg BB untuk anak-anak lalu dilanjutkan dengan pemberian karbon aktif. Kemudian lakukan pembersihan usus dengan obat laksan senyawa garam seperti Mg-sulfat atau Na-sulfat.
- Lakukan pemeriksaan darah untuk menentukan jenis toksin.
- Jika terjadi depresi pernapasan, berikan pernapasan buatan.
Untuk mencegahnya, rebus makanan kaleng selama 15 menit dalam air sebelum dimakan.
Keracunan makanan yang sering terjadi secara massal dapat disebabkan oleh enterotoksin dalam makanan yang dihasilkan oleh bakteri Staphylococcus, Clostridium perfringens, Bacillus cereus, dan Vibrio parahemoliticus. Waktu inkubasi antara 1-96 jam dan gejala timbul antara 1-7 hari. Pencemaran terjadi karena makanan dibiarkan terbuka atau spora yang masih ada tumbuh kembali. Makanan yang biasa tercemar enterotoksin misalnya daging, susu dan produk susu, produk ikan, telur, sosis. Masuknya enterotoksin dalam tubuh dapat dilihat dari gejala klinis yang muncul seperti mual, muntah, diare, sakit dan kejang perut, demam, dehidrasi, syok. Tindakan penanggulangan dapat berupa pemberian klorpromazin 25-100 mg atau obat antimuntah lain untuk mengatasi muntah. Bila keracunan ringan, biarkan penderita istirahat di tempat tidur tanpa diberi apa-apa melalui mulut selama 4 jam sampai muntahnya berhenti. Sebagai tindakan pencegahan, untuk makanan seperti daging, susu dan produk susu, ikan, dan telur, jika tidak segera dimakan sebaiknya disimpan di dalam almari es. Apabila anda sedang menderita infeksi mata dan kulit, sebaiknya tidak mengolah dan memegang makanan.
Keracunan tempe bongkrek disebabkan oleh toksoflavin/aflatoksin dan asam bongkrek yang dihasilkan oleh Pseudomonas cocovenans yang dikenal sebagai bakteri asam bongkrek. Toksin ini dihasilkan dalam media yang mengandung ampas kelapa. Keracunan tempe bongkrek dengan gejala klinis seperti mual, muntah, diare, pingsan, dan meninggal, biasa terjadi di Banyumas di mana di daerah itu tempe bongkrek banyak diproduksi. Satu-satunya cara untuk mencegah keracunan ini adalah dengan tidak mengkonsumsi tempe bongkrek. Jika terlanjur memakannya dan terjadi keracunan, usahakan untuk muntah,lakukan pengurasan lambung, dan berikan pernapasan buatan jika perlu.
Sumber:http://piogama.ugm.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar