Oleh: Riati Anggriani, SH, MARS, MHum
A. Kewenangan Bidan Dalam Praktik.
Pengaturan praktik bidan telah diatur sejak tahun 1963 dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 5380/Hukum Tahun 1963 tentang Ketentuan Tentang Wewenang Terbatas Bagi Bidan yang dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 623/Menkes/Per/IX/1989 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan. Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktik Bidan, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IX/1980 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 623/Menkes/Per/IX/1989 menjadi tidak berlaku lagi.
Dalam perkembangannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/Menkes/Per/VI/1996 direvisi dan diganti dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Selanjutnya berkaitan dengan praktik bidan terdapat reformasi peraturan dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yang mencabut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 berkaitan praktik bidan, dimana peraturan
ini juga diperbaharui dan dicabut dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 5380/Hukum Tahun 1963 diatur kewenangan terbatas bidan meliputi:
- memimpin persalinan normal;
- merawat bayi di dalam dan diluar klinik;
- memimpin biro konsultasi ibu dan anak;
- memimpin dapur susu;
- memberikan suntikan pituitrine;
- memimpin persalinan dengan letak sungsang;
- memasang tang pada kepala bayi yang rendah letaknya dan kemudian menolong lahirnya bayi;
- membalikkan bayi dan kemudian menolong lahirnya si bayi;
- memberikan suntikan secale cornutum.
Kewenangan terbatas tersebut diberikan kepada bidan dimana mereka dipandang cakap/cerdas dan cukup berpengalaman, mereka berkedudukan di tempat-tempat seperti balai pengobatan dan/atau rumah sakit yang jarang dikunjungi dokter dan untuk keadaan yang darurat hal mana kemudian dibenarkan oleh dokter atasannya.Untuk perizinan mengacu pada pasal 5 dan 6 UU Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan bahwa tenaga kesehatan untuk melakukan pekerjaan harus mendapat izin dari Menteri Kesehatan.
Sedang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan dalam Bab II diatur wewenang umum dan khusus bidan sebagai berikut:
1. Wewenang Umum
Dalam melakukan pekerjaan kewenangan umum ini tanggung jawab berada pada bidan yang bersangkutan.
Bidan dalam melaksanakan tugasnya mempunyai wewenang umum :
1) memberikan penerangan dan penyuluhan tentang kehamilan, persalinan, nifas, menyusukan dan perawatan buah dada, keluarga berencana, perawatan bayi, perawatan anak pra sekolah, gizi.
2) melaksanakan bimbingan dan pembinaan tenaga kesehatan lain yang juga bekerja dalam pelayanan kebidanan dengan kemampuan yang lebih rendah termasuk pembinaan para dukun peraji.
3) melayani kasus ibu untuk:
a. pengawasan kehamilan;
b. pertolongan persalinan normal termasuk pertolongan persalinan letak sungsang pada multipara.
c. episiotomi dan penjahitan luka perineum tingkat I dan tingkat II
d. perawatan nifas dan menyusukan termasuk pemberian uterotonik
e. pemakaian cara kontrasepsi tertentu sesuai dengan kebijaksaan Pemerintah.
4) melayani bayi dan anak prasekolah untuk:
a. pengawasan pertumbuhan dan perkembangan;
b. pemberian pengebalan;
c. perawatan;
d. petunjuk pemberian makan
5) memberikan obat-obatan:
a. roboransia
b. pengobatan tertentu dalam bidang kebidanan sepanjang hal itu tidak melalui suntikan.
2. Wewenang Khusus
Dalam melakukan pekerjaan ini tanggung jawab berada pada dokter yang mengawasinya.
Dibawah pengawasan dokter, bidan diberi wewenang khusus sebagai berikut:
1) pengawasan kehamilan
a. versi luar
b. pengeluaran dengan jari (secara digital) sisa jaringan konsepsi pada keguguran.
2) pertolongan persalinan
a. persalinan sungsang primipara
b. pertolongan dengan cuman atau ekstraktor vakum pada kepala di luar panggul
c. pemberian infusa intravena untuk membpertahankan keadaan penderita
3) pertolongan masa nifas
a. pemberian antibiotika pada infeksi baik yang di makan maupun yang di suntikkan
b. pemasangan alat kontasepsi dalam rahim ( AKDR )
c. pemberian kontrasepsi suntikan
4) pertolongan kedaruratan
a. pencegahan keadan syok pendarahan (infusa)
b. pengatasan pendarahan pasca persalinan dengan pengeluaran uri dengan tangan (secara manual)
c. pengatasan kedaruratan eklampsi
d. pengatasan infeksi bayi baru lahir
Disamping kewenangan umum dan khusus tersebut maka bidan dapat diberi wewenang oleh atasannya untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat yang lain, sesuai dengan program pemerintah dan pendidikan serta latihan yang diterimanya. Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang untuk melakukan tindakan pertolongan yang dianggap perlu untuk membantumenyelamatkan penderita atas tanggung jawab sendiri. Segera setelah melakukan tindakan darurat tersebut bidan diwajibkan membuat laporan ke pusat kesehatan masyarakat wilayah tempat kegiatannnya.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/Menkes/Per/VI/1996 kewenangan bidan diatur sebagai berikut:
Bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
1. Pelayanan kebidanan yang ditujukan kepada ibu dan anak.
Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval). Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah.
(1) Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi :
(2) Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi :
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada ibu, berwenang untuk :
- memberikan suntikan pengebalan;
- memberikan suntikan pada penyulit kehamilan;
- bimbingan senam hamil;
- kuretase digital untuk sisa jaringan konsepsi
- episiotomi;
- penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II;
- amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm;
- pemberian infus;
- pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa;
- kompresi bimanual;
- versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya;
- vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul;
- pengendalian anemi;
- meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu;
- resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia dan hipotermi;
- pemberian minum dengan sonde /pipet;
- pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan Formulir terlampir;
- pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.
2. Pelayanan keluarga berencana;
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana berwenang untuk :
- pemberian obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom dan tablet vaginal serta tissue vaginal;
- memberikan pelayanan efek samping pemakaian kontrasepsi;
- melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim letak normal;
- melakukan pencabutan AKBK tanpa penyulit.
3. Pelayanan kesehatan masyarakat
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat berwenang untuk pembinaan:
- peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak;
- tenga yang bekerja dalam pelayanan kebidanan dengan kemampuan lebih rendah;
- tumbuh kembang anak.
Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan tersebut, dan ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
Sedang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 kewenangan bidan diatur begitu luas sebagai berikut:
Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
1. Pelayanan kebidanan yang ditujukan kepada ibu dan anak.
Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval). Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah.
(1) Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi:
- penyuluhan dan konseling;
- pemeriksaan fisik;
- pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
- pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi ringan dan anemi ringan;
- pertolongan persalinan normal
- pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term;
- pelayanan ibu nifas normal;
- pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan dan infeksi ringan;
- pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
(2) Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi :
- pemeriksaan bayi baru lahir;
- perawatan tali pusat;
- perawatan bayi;
- resusitasi pada bayi baru lahir;
- pemantauan tumbuh kembang anak;
- pemberian imunisasi;
- pemberian penyuluhan.
Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya.
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada ibu, berwenang untuk :
- memberikan imunisasi;
- memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas;
- mengeluarkan placenta secara manual;
- bimbingan senam hamil;
- pengeluaran sisa jaringan konsepsi;
- episiotomi;
- penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II;
- amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm;
- pemberian infus;
- pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa;
- kompresi bimanual;
- versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya;
- vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul;
- pengendalian anemi;
- meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu;
- resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
- penanganan hipotermi;
- pemberian minum dengan sonde /pipet;
- pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan Formulir VI terlampir;
- pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.
2. Pelayanan keluarga berencana;
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana berwenang untuk :
- memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom;
- memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi;
- melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim;
- melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit;
- memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan masyarakat.
3. Pelayanan kesehatan masyarakat
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat berwenang untuk :
- pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak;
- memantau tumbuh kembang anak;
- melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
- melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan pelayanan ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Bidan dalam menjalankan praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yang meliputi tempat dan ruangan praktik, tempat tidur, peralatan, obat-obatan dan kelengkapan administrasi.
Kewenangan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/Menkes/Per/VI/1996 pada dasarnya hampir sama dengan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/149/I/2010, kewenangan sebagai berikut:
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
1. Pelayanan kebidanan;
Pelayanan kebidanan ditujukan kepada ibu dan bayi.
Pelayanan kebidanan kepada ibu diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, dan masa menyusui. Pelayanan kebidanan kepada bayi diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.
Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi:
- penyuluhan dan konseling;
- pemeriksaan fisik;
- pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
- pertolongan persalinan normal;
- pelayanan ibu nifas normal;
- Pelayanan kebidanan kepada bayi meliputi:
- pemeriksaan bayi baru lahir;
- perawatan tali pusat;
- perawatan bayi;
- resusitasi pada bayi baru lahir;
- pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah;
- dan pemberian penyuluhan.
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada ibu berwenang untuk:
- memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah;
- bimbingan senam hamil;
- episiotomi;
- penjahitan luka episiotomi;
- kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
- pencegahan anemi;
- inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
- resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
- penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
- pemberian minum dengan sonde /pipet;pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala tiga;
- pemberian surat keterangan kelahiran; dan
- pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan.
2.Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan berwenang untuk:
- memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
- memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter;
- memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi;
- melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan
- memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.
3. Pelayanan kesehatan masyarakat.
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
- melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi;
- melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan
- melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya. Daerah yang tidak memiliki dokter adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam hal daerah tersebut telah terdapat dokter, kewenangan bidan dimaksud tidak berlaku.
Kewenangan yang diatur dalam Permenkes Nomor Hk.02.02/Menkes/149/I/2010 pada perkembangannya ternyata dianggap menghambat program karena kewenagan bidan disini sangat dibatasi seperti pelayanan kebidanan hanya diberikan kepada bayi dan diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari diamana sebenarnya bidan memberikan pelayanan kebidanan kepada anak dan diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
Untuk menunjang pelaksanaan penurunan kematian ibu dan bayi/anak maka Permenkes Nomor Hk.02.02/Menkes/149/I/2010 direvisi dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yang mengatur kewenangan bidan sebagai berikut:
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
- pelayanan kesehatan ibu;
- pelayanan kesehatan anak; dan
- pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
1. Pelayanan kesehatan ibu
(1) Pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu meliputi:
- pelayanan konseling pada masa pra hamil;
- pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
- pelayanan persalinan normal;
- pelayanan ibu nifas normal;
- pelayanan ibu menyusui; dan
- pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
- episiotomi;
- penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
- penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
- pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
- pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
- fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
- pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
- penyuluhan dan konseling;
- bimbingan pada kelompok ibu hamil;
- pemberian surat keterangan kematian; dan
- pemberian surat keterangan cuti bersalin.
2. Pelayanan kesehatan anak
Pelayanan kesehatan anak diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak berwenang untuk:
- melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 - 28 hari), dan perawatan tali pusat;
- penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
- penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
- pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
- pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
- pemberian konseling dan penyuluhan;
- pemberian surat keterangan kelahiran; dan
- pemberian surat keterangan kematian.
3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, berwenang untuk:
- memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan
- memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Selain kewenangan tersebut bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
- pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;
- asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter;
- penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan;
- melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan;
- pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;
- melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
- melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya; dan
- pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah
Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan penanganan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.
Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangannya.
Daerah yang tidak memiliki dokter adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam hal daerah tersebut telah terdapat dokter, kewenangan bidan dimaksud tidak berlaku.
Untuk bidan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
- memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;
- menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan; dan
- memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Perbedaan bermakna Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 adalah bahwa bidan hanya memberikan pelayanan antenatal pada kehamilan normal, pelayanan persalinan normal dan pelayanan ibu nifas normal dimana di Kepmenkes Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 diberikan kewenangan persalinan abnormal, demikian juga dengan imunisasi bidan hanya diperkenankan memberikan pelayanan alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit dalam rangka menjalankan program pemerintah. Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota akan menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.
B. Registrasi dan Perizinan Bidan
Registrasi dan perizinan bidan diatur dalam Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IX/1980 tentang Wewenang, diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 623/Menkes/Per/IX/1989 dicabut dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/Menkes/Per/VI/1996 dicabut dengan Kepmenkes Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 dan terakhir dicabut dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, dengan masa peralihan.
Sesuai ketentuan pasal 7 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan diatur sebagai berikut:
(1) Untuk melakukan usaha praktek bidan perseorangan diperlukan izin dari Menteri Kesehatan.
(2) Izin yang dimaksud ayat (1) dapat diberikan setelah bidan tersebut mendaftarkan dirinya ke Departemen Kesehatan.
(3) Bagi bidan yang bekerja pada suatu unit kesehatan Pemerintah atau Swasta , izin baru diberikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari atasannya.
Ketentuan tersebut diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 623/Menkes/Per/IX/1989 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan sebagai berikut:
(1) Untuk melakukan usaha praktek bidan secara perorangan diperlukan izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan oleh Kepala Kantor Departemen Kesehatan Kabupaten/Kotamadya setempat.
(3) Bagi bidan yang bekerja pada suatu unit kesehatan Pemerintah atau swasta izin baru diberikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari atasannya.
(4) Surat izin praktek berlaku selamanya pada suatu kecamatan tertentu kecuali pindah alamat tempat praktek.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/Menkes/Per/VI/1996 diatur registrasi dan perizinan bidan sebagai berikut:
Pimpinan penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan setempat mengenai peserta didik bidan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus.
Laporan tersebut memuat daftar nama lulusan bidan, status peserta didik dan instansi asal.
Bidan yang telah dilaporkan harus melengkapi persyaratan administrasi yang meliputi :
- Surat permohonan/lamaran pekerjaan;
- Daftar riwayat hidup;
- fotokopi Ijazah;
- surat keterangan sehat dari dokter Pemerintah;
- surat keterangan berkelakuan baik dari POLRI;
- pas foto .
(4) Kelengkapan persyaratan administrasi digunakan untuk kelengkapan dalam rangka pelaksanaan masa bakti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)Bidan yang telah dilaporkan diberikan surat penugasan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan.
(6) Surat penugasan merupakan pemberian kewenangan untuk melakukan pekerjaan sebagai bidan dan surat penugasan tersebut sebagai dasar untuk memperoleh ijin bidan perorangan.
(7) Bidan yang telah memiliki surat penugasan dinyatakan telah terdaftar.
(8) Bidan yang menjalankan praktik perorangan harus memiliki Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) dari Kepala Kantor Departemen Kesehatan setempat.
(9) Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/atau perorangan.
(10) Untuk memperoleh SIPB bidan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Departemen Kesehatan setempat dengan melampirkan :
- fotokopi surat penugasan;
- surat persetujuan atasan bila masih dalam pelaksanaan masa bakti atau bila sebagai pegawai negeri atau pegawai sarana kesehatan;
- rekomendasi dari organisasi profesi;
(12) Izin praktek berlaku 5 (lima) tahun sepanjang tidak ada perubahan sebagaimana tercantum dalam izin prakteknya dan masih memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(13) Bidan Pegawai Tidak Tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak memerlukan SIPB.
Dalam Kepmenkes Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 diatur registrasi dan perizinan bidan sebagai berikut:
Pimpinan penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus.
Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB selambat-lambatnya 1(satu) bulan setelah menerima ijazah bidan.
Kelengkapan registrasi antara lain meliputi :
- fotokopi Ijazah Bidan;
- fotokopi Transkrip Nilai Akademik;
- surat keterangan sehat dari dokter;
- pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
(4) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan melakukan registrasi berdasarkan permohonan yang bersangkutan, untuk menerbitkan SIB.
(5) SIB dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambat-lambatnya 1(satu) bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara nasional.
(6) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIB yang telah diterbitkan.
(7) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri Kesehatan malalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan dengan tembusan kepada organisasi profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan diterbitkan dalam buku registrasi nasional.
(8) Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB.
(9) Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/atau perorangan.
(10) SIPB diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(11) Permohonan diajukan dengan melampirkan persyaratan, antara lain meliputi :
- fotokopi SIB yang masih berlaku;
- fotokopi ijazah Bidan;
- surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai Pegawai Negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.
- surat keterangan sehat dari dokter;
- rekomendasi dari organisasi profesi;
- pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(12) Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktik bidan.
(13) SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.
(14) Pembaharuan SIPB diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan :
- fotokopi SIB yang masih berlaku;
- fotokopi SIPB yang lama;
- surat keterangan sehat dari dokter;
- pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2(dua) lembar;
- rekomendasi dari organisasi profesi;
(15) Bidan pegawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak memerlukan SIPB.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan diatur registrasi sebagai berikut:
Setiap Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan pekerjaan keprofesiannya wajib memiliki STR.
Untuk memperoleh STR, Tenaga Kesehatan harus mengajukan permohonan dengan melampirkan persyaratan meliputi:
a. fotokopi ijazah pendidikan di bidang kesehatan yang dilegalisir;
b. fotokopi transkrip nilai akademik yang dilegalisir;
c. fotokopi Sertifikat Kompetensi yang dilegalisir;
d. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
e. pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan
f. pas foto terbaru dan berwarna ukuran 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar
Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diperoleh melalui Uji Kompetensi.
STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir (2).
Uji Kompetensi dilaksanakan oleh MTKP.
Untuk mengikuti Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tenaga Kesehatan harus mengajukan permohonan dengan melampirkan persyaratan meliputi:
a. fotokopi ijazah yang dilegalisir;
b. memiliki surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi atau melampirkan fotokopi surat bukti angkat sumpah; dan
d. pas foto terbaru dan berwarna ukuran 4 X 6 sebanyak 3 (tiga) lembar
Tenaga Kesehatan yang telah lulus Uji Kompetensi diberikan Sertifikat Kompetensi.
Sertifikat Kompetensi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat dilakukan Uji Kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya.
Berdasarkan Sertifikat Kompetensi Tenaga Kesehatan harus segera mengajukan permohonan memperoleh STR
Untuk memperoleh STR, Tenaga Kesehatan harus mengajukan permohonan kepada Ketua MTKI melalui MTKP.
MTKI melakukan Registrasi secara nasional dan memberikan nomor Registrasi peserta kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melalui MTKP
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selaku registrar menandatangani STR atas nama MTKI dan STR berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia.
Namun Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tersebut juga mengatur ketentuan peralihan untuk mencegah kekosongan hukum yang diatur dalam pasal 30 dan pasal 31, sebagai berikut:
Pasal 30
Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi dan mendapatkan bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah Indonesia dinyatakan telah memiliki STR sampai dengan masa berlakunya berakhir.
Bukti tertulis pemberian kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. SIB untuk Tenaga Kesehatan Bidan
b. SIP untuk Tenaga Kesehatan
c. SIF untuk Tenaga Kesehatan Fisioterapis
d. SIPG untuk Tenaga Kesehatan Perawat Gigi
e. SIRO untuk Tenaga Kesehatan Refraksionis Optisien
f. SITW untuk Tenaga Kesehatan Terapis Wicara
g. SIR untuk Tenaga Kesehatan Radiografer
h. SIOT untuk Tenaga Kesehatan Okupasi Terapis
Tenaga Kesehatan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi yang diperoleh sebelum terbentuknya MTKI dan MTKP berdasarkan Peraturan ini, dan belum memiliki bukti tertulis pemberian kewenangan dinyatakan telah memiliki Sertifikat Kompetensi berdasarkan Peraturan ini.
Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan permohonan Registrasi berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 31
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, proses Registrasi Tenaga Kesehatan sebelum terbentuknya MTKP dan MTKI, untuk:
a. Perawat dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat;
b. Fisioterapis dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis;
c. Perawat gigi dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi;
d. Refraksionis Optisien dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 544/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien;
e. Bidan dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan;
f. Terapis wicara dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 867/Menkes/Per/VIII/2004 tentang Registrasi dan Praktik Terapis Wicara;
g. Radiografer dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 357/Menkes/Per/V/2006 tentang Registrasi dan Izin Kerja Radiografer; dan
h. Okupasi terapis dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 548/Menkes/Per/V/2007 tentang Registrasi dan Izin Kerja Okupasi Terapis.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila MTKI dan MTKP setempat telah terbentuk.
MTKP yang telah terbentuk pada saat Peraturan ini mulai berlaku, harus menyesuaikan diri dengan ketentuan dalam Peraturan ini.
DAFTAR KEPUSTAKAAN :
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 623/Menkes/Per/IX/1989 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan.
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktik Bidan,
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
---oOo---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar